Minggu, 12 Agustus 2012

Perjalanan Hidup...

Sama seperti orang lain , takkan mungkin ada jalan hidup seseorang yang lurus tanpa adanya tikungan maupun jalan yang rusak, entah kita akan terjatuh maupun tersesat dalam jalan hidup yang kita pilih ini, hal yang sama pun pernah kurasakan, terjebak dalam keputusasaan entah harus berpegang dengan apa, disini ku mulai mencari makna hidup sebenarnya, apa tujuan dari semua ini, bukan kita menjalankan hidup itu sendiri yang penting melainkan bagaimana kita bangkit dari prosses tersebut...

Jumat, 10 Agustus 2012

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Nasib warga Indonesia di perbatasan seolah mengalami keterbelahan identitas, terjebak di antara dua pilihan dan kecintaan negara. Di pedalaman Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, pedalaman Papua dan NTT, beberapa warga negeri ini hidup dalam berbagai ketertinggalan, seperti: akses informasi, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Ini fakta di antara gemerlapnya nuansa pendidikan di kota-kota besar dengan sistem kompetitif dan infrastruktur standar internasional.
Daerah 3T adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia. Untuk daerah-daerah ini, masalah yang muncul seperti letak geografis dan minimnya sarana serta prasarana. Persoalan-persoalan ini menjadi hambatan dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas.  “Wajah” pendidikan perbatasan sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di kota-kota besar, dan negara tetangga yang lokasinya memang tak begitu jauh dan sangat terlihat jelas, salah satunya yang terjadi di daerah Nunukan.
Daerah perbatasan seperti Nunukan dalam hal pendidikan saat ini memang cukup memprihatinkan, masih banyak kekurangan-kekurangan sarana atau fasilitas yang dibutuhkan. Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia khususnya didaerah perbatasan.
Masyarakat di daerah Nunukan minim mendapatkan perkembangan ilmu. Barang bacaan sedikit. Menonton televisi pun tak bisa lama karena listrik dari panel surya dan genset listrik kecamatan terbatas. Dari gambaran seperti ini bisa dilihat salah satu penghambat berkembangnya pendidikan di daerah tersebut.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi permasalahannya adalah :
1.      Bagaimana potret pendidikan di daerah perbatasan Kalimantan Timur ?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Kalimantan Timur khususnya daerah perbatasan.
2.      Mendeskripsikan tindakan Pemerintah dalam menangani masalah pendidikan di perbatasan Kalimantan Timur.

 BAB III
KONSEP TEORI

Adanya jarak ruang dan waktu antara pusat pemerintahan dan perbatasan, terutama dalam pemerataan pendidikan dan pembangunan menjadikan warga negara kehilangan identitas serta kecintaannya pada negara. Michael Saltman dalam Land and Territoriality (2002), mengungkapkan, keterbelahan identitas warga yang bimbang mengenai rumah nasionalisme. Hampir senada, Rapport dan Dawson dalam Migrants of identity: perception of home in a world of movement (1998: 4-5) menyatakan bahwa identitas manusia di perbatasan bergerak dalam konteks mengenali ruang.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah perbatasan atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Kondisi sekolah diperbatasan itu memang memperihatinkan, seperti yang  di tulis  oleh  M.Syaifullah/ Ambrosius Harto Manumoyoso/ Wahyu Haryo P/Kompas/14 Des2009) misalnya: Jumriadi, guru SMP 003, Kecamatan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, misalnya, pertengahan November, terpaksa mengajar dua kelas karena satu rekannya sudah sebulan pulang kampung. Proses belajar 50 siswa di sekolah itu bisa berjalan karena dibantu seorang guru SD, yang juga istri pendeta setempat. Kondisi lebih berat dialami Gat Khaleb, guru SMP 001 Krayan Selatan di Desa Paupan. Dia mengajar 75 siswa kelas I, II, dan III sekaligus untuk semua pelajaran. ”Tujuh rekan saya pulang kampung lebih dari dua minggu,” katanya. Bagi orang awam, guru-guru yang meninggalkan tugasnya begitu lama semestinya mendapat teguran keras. Tetapi, di Kecamatan yang berada di perbatasan Kaltim, hal itu sudah biasa.  Sebab, daerah itu terisolasi. Akses ke sana hanya dengan pesawat perintis dari Nunukan, Tarakan, atau Malinau.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Kondisi dan masalah pendidikan di wilayah perbatasan Kalimantan Timur

Ironis. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi pendidikan kita di daerah perbatasan, khususnya di perbatasan Kalimantan Timur. Betapa tidak, ketimpangan kualitas pendidikan di kota dengan di daerah sudah terjadi sedemikian rupa sehingga cerita tentang sekolah rubuh di daerah perbatasan atau cerita tentang guru yang lari ke negara tetangga, bukan sekedar mitos belaka. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman secara lebih mendalam, permasalahan ini dapat kita tinjau dari sudut pandang hak dan kewajiban warga negara.
Melihat kondisi pendidikan di Kalimantan Timur saat ini, sulit untuk membuat gambaran umum untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika sekilas kita melihat pada sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota, mungkin kita bisa berbangga dengan kondisi pendidikan kita saat ini. Sekolah-sekolah tersebut sudah sangat mapan dalam hal fasilitas dan kualitas. Para murid dan guru dari sekolah-sekolah elit selalu dimanja dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan mutakhir. Segala proses pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah sehingga dapat menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat kondisi pendidikan di daerah perbatasan, keadaan tersebut sungguh berbanding terbalik.
Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-anak di daerah perbatasan. Banyak anak di perbatasan yang bernasib malang karena tak dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan Timur misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk ke sekolah setiap harinya.
Meningkatkan kualitas pendidikan di perbatasan Kalimantan Timur merupakan langkah penting untuk mengokohkan sistem pertahanan nasional di wilayah tersebut melalui pendidikan dan budaya. Peningkatan akses pendidikan di perbatasan akan menghapus stigma kesenjangan politik nasional mengenai peningkatan sumber daya dan infrastruktur; juga menjadikan warga di daerah perbatasan merasa menjadi bagian dari negara Indonesia. Berdasarkan informasi, ada 400 guru di Kabupaten Nunukan yang yang bertugas di perbatasan. Sementara dari pusat ke provinsi hanya memberikan tunjangan khusus kepada delapan guru dan hanya dua orang yang menerima tunjangan tersebut.
Para guru tersebut tidak dapat tunjangan khusus guru perbatasan dengan alasan mereka mengajar tidak sampai 48 jam dalam sepekan. Akibat kesenjangan ini, guru-guru di perbatasan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layaknya guru-guru lain yang mendapat tunjungan khusus. Didaerah ini banyak ditemukan guru yang mengomsumsi mi instan dan kangkung sebagai lauk.
Persoalan-persoalan yang mengemuka di dunia pendidikan daerah perbatasan diakibatkan karena pemerintah pusat tidak memperhatikan karakterisitik daerah dalam memberikan bantuan.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di daerah perbatasan :
  Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.


 Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di daerah perbatasan bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Bagi daerah perbatasan jika pendidikan guru dijadikan sebagai kalayakan mengajar, maka akan menambah banyaknya sekolah yang tidak mempunyai guru, karena tidak adanya SDM yang tersedia.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
  Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan didaerah perbatasan. Dengan pendapatan yang rendah banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS. Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
   Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan karena hanya tingkat pendidikan itu saja yang tersedia. Selain itu sosial budaya masyarakat juga cukup berperan. Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
B.     Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Daerah Perbatasan
Untuk mengatasi masalah-masalah pendidikan di daerah perbatasan, ada beberapa solusi antara lain :
1.      Komitmen bersama anatara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-masa meningkatkan mutu pendidikan di daerah perbatasan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi pemerintah terus berkomitmen untuk membangun daerah perbatasan sehingga tidak ketinggalan dengan Negara tetangga yang akan menumbuhkan nasionalisme bagi daerah perbatasan.
2.      Bagi masyarakat terus mendukung upaya yang dilakukan pemerintah, sehingga akan menjadi kekuatan yang padu antara pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang ada.

3.      Perubahan paradigma dan pola pikir masyarakat. Paradigma dan pola pikir tradisional merupakan hambatan dam memajukan pendidikan. Apalagi saat ini kita dihadapkan pada era globalisasi dan informasi.


4.      Peningkatan sarana fisik, kesejahteraan guru, kualitas guru, pemerataan akses pendidikan. Masalah-masalah tersebut dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.

C.    Usaha Pemerintah untuk memperbaiki masalah pendidikan di Indonesia khususnya daerah perbatasan.
Berikut beberapa usaha Pemerintah dalam memperbaiki masalah pendidikan di Indonesia:
1.      Membuka klinik pendidikan.
Mendengar kalimat klinik pendidikan mungkin aneh, tetapi suatu saat jika terwujud akan menjadi hal yang biasa. Kata klinik memang sering digunakan dalam dunia kesehatan. Jika kita mendengar kata tersebut dalam benak kita membayangkan orang sakit yang lagi antri menunggu panggilan untuk diperiksa oleh dokter. Dengan munculnya gagasan klinik pendidikan tersebut kemudian muncul suatu pertanyaan apakah sekarang ini banyak orang/lembaga yang menghadapi masalah berkaitan dengan pendidikan? Mengapa klinik pendidikan diperlukan? Mungkinkan klinik pendidikan terwujud? Siapa yang akan mengelola dan menggunakan jasa klinik pendidikan? dan siapa yang membiayai operasional klinik pendidikan?
                                                       
Kehadiran klinik pendidikan sekarang sangat diperlukan. Kita harus melihat realita masyarakat dan lembaga pendidikan di Kaltim bahwa banyak anak-anak yang kesulitan dalam belajarnya, banyak orang tua yang kebingungan untuk memilih atau menentukan sekolah yang sesuai dengan kemampuan dan bakat anaknya, banyak sekolah yang kesulitan mengembangkan sekolahnya menjadi sekolah yang baik, Disdik masih kesulitan membuat inovasi dan program pendidikan, pemerintah maupun DPRD masih memerlukan saran-saran untuk memajukan pendidikan dan masih banyak lagi persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan yang tidak tertangani secara baik.
Klinik pendidikan kehadirannya dibutuhkan sebagai tempat konsultasi bagi anak, orang tua, sekolah, DPRD, Disdik, pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, orang orang yang duduk dalam klinik pendidikan adalah orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya antara lain Psikolog, ahli menejemen pendidikan, dan ahli bidang studi (spesialis). Diharapkan mereka dapat membantu masyarakat, DPRD, Pemerintah daerah, maupun sekolah yang menghadapi masalah pendidikan.
Sebaiknya untuk tahap awal atau permulaan klinik pendidikan dapat dibuka pada setiap Disdik kota/kabupaten. Selanjutnya untuk tahun tahun berikutnya jika dirasakan bermanfaat dalam memajukan pendidikan dapat dibuka di setiap kecamatan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat terlayani dengan baik berkaitan dengan masalah pendidikan.
Mendirikan suatu satuan/lembaga/unit tentu memerlukan dana untuk sarana dan operasionalnya. Agar dana operasional dari klinik pendidikan ini tidak membengkak (besar) pengelola dan penangung jawab klinik pendidikan adalah disdik kota/kabupaten yang pengurus/orangnya diambil dari PNS (guru, kepsek, pengawas, dan staf yang bekompetensi sesuai dengan bidangnya). Kemudian, bagaimana agar kinerja klinik pendidikan berjalan secara efektif dan dan efesien? Untuk meningkatkan kinerja dan memotivasi orang orang yang dikerjakan dalam klinik pendidikan maka mereka perlu mendapat tambahan tunjangan dari pemerintah daerah sesuai dengan kedudukannya dalam klinik tersebut. Sedangkan, dana operasional berasal dari APBD kota/kabupaten.

2.      Melakukan evaluasi kinerja birokrat pendidikan (kepala disdik, kabag, kasubag, kasubdin, kasi) pengawas, kepala sekolah, guru, secara jujur dan bertanggung jawab.
Evaluasi kinerja dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kinerja seseorang atau lembaga yang di evaluasi. Selama ini, evaluasi kinerja dalam bidang pendidikan lebih sering dilakukan kepada kepala sekolah dan guru, masih jarang evaluasi kinerja dikenakan kepada para birokrat pendidikan dan pengawas. Ketimpangan evaluasi kinerja ini, jika terus berjalan tentunya akan berdampak yang kurang baik terhadap dunia pendidikan itu sendiri. Hal semacam ini (evaluasi kinerja yang tidak menyeluruh) akan mendatangkan pertanyaan-pertanyaan orang yang dievaluasi maupun pihak lain. Bagaimana seorang evaluator dapat mengevaluasi dengan baik jika kinerjanya sendiri tidak pernah dievaluasi atau di bawah dari orang yang dievaluasi? Tentunya ini menjadi permasalahan baru. Oleh karena itu, evaluasi kinerja harus dilakukan kepada seluruh pelaku pendidikan (birokrat pendidikan dan fungsional) dengan kreteria yang telah ditentukan sehingga kita akan mengetahui letak kekurangan. Dengan demikian, kita dapat memperbaiki dengan cermat dan tepat
3.      Meningkatkan kualifikasi guru minimal S1 atau Diploma IV
Guru merupakan tenaga profesional di bidang pembelajaran. Artinya bahwa pekerjaan guru harus memiliki kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kualifikasi akademik yang disyaratkan untuk menjadi guru Usia dini/ TK/SD/SLTP/SLTA sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada bab VI pasal 29 tentang standar pendidikan dan tenaga pendidikan, kualifikasi akademik pendidikan guru minimum berijazah Sarjana (S1) atau Diploma empat (D-IV).
Realitasnya sekarang, di Kaltim masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 terutama untuk tingkat usia dini, TK, dan SD/MI. Mereka kebanyakan memiliki ijazah SPG dan Diploma II. Oleh karena itu, hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemkot/pemkab jika pendidikan di daerahnya tidak ingin tertinggal dari daerah lain. Hal yang harus dilakukan adalah mengalokasikan dana dalam APBD untuk beasiswa bagi guru yang belum sarjana ( S1).
4.      Meningkatkan profesionalisme guru melalui kegiatan MGMP dan callaborative action research (CAR).
Guru adalah jabatan profesional dengan visi, misi, dan aksinya mereka menjadi pemeran utama dalam mengembang sumber daya manusia. Berdasarkan hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu guru secara konsisten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Dalam penelitian itu, guru yang bermutu mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan.
Mengingat guru memimiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dan melihat kualitas guru yang ada saat ini maka peningkatan profesionalisme guru sangat diperlukan. Untuk meningkatkan profesionalisme guru hendaknya dilakukan dengan terencana, terprogram, dan berkesinambungan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, work shop, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), callaborative action research (CAR), dll.
Selama ini MGMP di beberapa daerah tidak berjalan sebagai mana mestinya, hal ini disebabkan tidak adanya dana untuk melaksanakan. Pada masa lalu pertemuan di sanggar MGMP dibiayai oleh pemerintah, bahkan para peserta mendapatkan uang transpor, tetapi sekarang kegiatan MGMP merupakan kegiatan swadana peserta sehingga para peserta malas datang ke sanggar untuk mengikuti kegiatan MGMP. Akibatnya para guru ketinggalan informasi berkaitan dengan kurikulum, strategi pembelajaran, dan informasi lain yang berkaitan dengan profesinya sehingga mereka tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana tuntutan kurikulum.
Di samping itu guru agar professional dalam bidangnya juga perlu melakukan callaborative action research (CAR). Model CAR sebagai alternatif penataran guru memiliki ligitimasi yang kuat, baik dilihat aspek akademik maupun setting kultur sekolah. Model CAR dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan bermakna. Dalam model ini guru diajak melihat berbagai problem pembelajaran yang dijumpai di kelasnya, sehingga guru dapat memecahkan masalahnya itu bersama kalaboratornya.
5.      Menerapkan menejemen berbasis sekolah (MBS) dan menejemen mutu terpadu (MMT) di sekolah,
Untuk mencapai visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan, sekolah harus menerapkan kedua menejemen tersebut secara konsisten. perpaduan dua model ini diharapkan dapat memajukan sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan. dalam mbs sekolah memiliki kewenangan untuk merencanakan, melaksanakan, memonitoring, dan mengevaluasi program dengan melibatkan warga sekolah demi meningkatkan kualitas dan kemajuan sekolah. Langkah- langkah yang harus dilakukan kepala sekolah agar MBS berjalan dengan baik antara lain: menumbuhkan komitmen bersama untuk mandiri dalam lingkungan sekolah, menumbuhkan harapan prestasi yang lebih tinggi, kemauan untuk berubah, sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, mengembangkan komunikasi yang baik antar warga sekolah, mewujudkan tim kerja yang kompak, melakukan transparansi menejemen, melaksanakan pengelolaan tenaga pendidikan secara efektif, meningkatkan pertisipasi warga sekolah dan masyarakat, menetapkan akuntabilitas yang kuat
Sedangkan, dalam menejemen mutu terpadu (MMT) mengutamakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) artinya sekolah sebagai pelayan jasa harus memberikan kepuasan pada pelanggannya yaitu siswa, orang tua, masyarakat, pemerintahan, maupun pihak-pihak lain yang pada akhirnya ikut menikmati hasil pendidikan sekolah. Hal–hal yang dilakukan antara lain siswa diperlakukan sebagai pelanggan, keluhan siswa ditangani secara cepat dan efisien, terdapat sistem saran aktif dari siswa, sekolah berusaha membuat pelanggan puas sesuai kebutuhan, terdapat rencana tindak-lanjut menelusuri lulusan, siswa diperlakukan dengan sopan, rasa hormat, akrab, penuh pertimbangan, sistem informasi memberikan laporan yang berguna untuk membantu manajemen, karyawan,guru dan siswa. Jadi sekolah yaitu kepala sekolah, guru, dan staf administrasi bertanggung jawab dan siap memberikan pelayanan dengan cara yang mudah dan cepat guna memenuhi kebutuhan siswa, dan masyarakat.
6.      Pengadaan tenaga administrasi di Sekolah Dasar(SD)
Tenaga administrasi (TU) dalam lembaga pendidikan sangat penting. Tenaga administrasi ini sangat mendukung dan mempelancar suatu sekolah mencapai tujuannya. Walaupun keberadaan tenaga administrasi di sekolah sangat penting, tetapi realitas menunjukkan bahwa Sekolah Dasar (SD) di Kaltim hanya sebagian kecil yang memiliki tenaga administrasi/tata usaha. Kalaupun ada tenaga tata usaha merupakan tenaga honorer yang dibayar oleh masing-masing sekolah, bukan PTT atau PNS yang diangkat oleh Pemkot/pemkab, sehingga sekolah harus mencari sumber dana untuk menggaji tenaga administrasi tersebut.
Tidak adanya tata usaha di SD ini sangat dikeluhkan oleh sebagian besar kepala sekolah. Jika kepala sekolah melakukan pengadaan tata usaha di sekolahnya maka mereka harus mengeluarkan dana untuk membayar tenaga honorer, tetapi jika tidak melakukan pengadaan tenaga administrasi mereka (kepala sekolah) harus merangkap pekerjaan menjadi TU. Oleh karena itu, pemkot/pemkab perlu segera melakukan pengadaan tenaga administrasi di SD minimal 1 orang setiap sekolah. Cara lain yang dapat ditempuh pemkot antara lain mengangkat tenaga honorer atau memutasi sebagian tenaga administrasi (TU) yang berada di SMP/SMA/SMK yang kelebihan.
7.      Meningkatkan peran LSM pendidikan, dewan pendidikan, komite sekolah, dan masyarakat.
LSM pendidikan (PGRI, FSGK, PGS, Komite reformasi dll) , dewan pendidikan, komite sekolah, dan masyarakat memiliki peran yang strategis dalam memajukan dunia pendidikan. Sebagai wadah menyalurkan aspirasi lembaga ini sangat efektif sebagai pengontrol, pemberi pertimbangan, pendukung, dan mediator. Usaha dan tindakan yang dilakukan tentunya disesuaikan dengan karakteristik dari masing masing LSM. Yang masih menjadi persoalan adalah apakah lembaga tersebut telah melakukan peran dan fungsinya dengan baik? Atau hanya mengekor terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Pemprop/pemkot/pemkab, disdik, sekolah)? Kedua pertanyaan ini selalu mengemuka untuk mendapatkan jawaban. Harus diakui LSM/Lembaga ini memang sudah berperan, namun peran yang dilakukan belum optimal. Oleh karena itu, pengurus dari LSM/lembaga tersebut harus lebih pro aktif dalam mengontrol dan memberikan pertimbangan berkaitan dengan kebijakan pendidikan sehingga kebijakan akan memihak pada rakyat. Dengan demikian, pendidikan diharapkan akan lebih baik dan berkualitas.
Pemerintah provinsi juga segera mengeluarkan regulasi berupa peraturan daerah terkait pendidikan didaerah perbatasan untuk membantu orang tua murid yang kurang mampu. Misalnya, Perda  tentang masa penggunaan sebuah buku pelajaran minimal lima tahun sehingga buku pelajaran itu bisa digunakan lagi tahun berikutnya oleh siswa lain.
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya daerah perbatasan, antara lain yaitu:
  • Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di daerah terpencil dan daerah perbatasan. Tolak ukurnya dari angka partisipasi. 
  •   Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di daerah perbatasan dan kota, serta  perbedaan jender.
  •  Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional. 
  •   Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah perbatasan Kalimantan Timur.
  •   Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
  • Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
  • Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin dan didaerah perbatasan untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

D.    Anggaran dana alokasi yang dikeluarkan Pemerintah untuk daerah perbatasan
DPRD Kalimantan Timur meminta agar alokasi anggaran pendidikan 20 persen itu juga disisihkan untuk pembelian buku kemudian dibagikan kepada murid SD hingga siswa SMA di wilayah perbatasan, terpencil dan bagi orang tua yang dianggap kurang mampu. Anggaran pembelian buku tersebut dialokasikan dari anggaran pendidikan Provinsi Kaltim. Jadi dana tersebut bukan dari anggaran Dinas Pendidikan tetapi anggaran pendidikan Provinsi Kaltim yang dialokasikan untuk pembelian buku pelajaran di terpencil, warga di perbatasan atau orang tua yang dinilai kurang mampu.
Anggaran pendidikan sebesar 20 persen itu tidak semuanya berada di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Dinas Pendidikan sebab ada yang berbentuk aggaran pendidikan melalui bantuan keuangan pendidikan kabupaten/kota sehingga anggaran pembelian buku itu bisa dimasukkan ke mata anggaran bantuan keuangan peningkatan SDM atau bantuan keuangan pendidikan yang langsung dalam bentuk hibah ke kabupaten/kota. Rencana pembagian buku pelajaran secara gratis sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang telah membeli hak cipta berbagai buku pelajaran tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim tersebut tidak merinci besaran alokasi anggaran pembelian buku pelajaran yang akan dibagikan kepada siswa di daerah terpencil, perbatasan serta orang tua yang kurang mampu tersebut.



BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
          Kualitas pendidikan di daerah perbatasan Kalimantan Timur  memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di daerah perkotaan. Hal-hal yang menjadi penyebab yaitu:
1. Rendahnya sarana fisik,
2. Rendahnya kualitas guru,
3. Rendahnya kesejahteraan guru,
4. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan.
           Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain: Komitmen bersama anatara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-masa meningkatkan mutu pendidikan di daerah perbatasan, Perubahan paradigma dan pola pikir masyarakat, Peningkatan sarana fisik, kesejahteraan guru, kualitas guru, pemerataan akses pendidikan.
B. Saran
          Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan sistem dan Inovasi pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu khususnya di daerah perbatasan serta meyakinkan masyarakat perbatasan bahwa mereka adalah tetap bagian dari Indonesia.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

 DAFTAR PUSTAKA

http://www.jurnas.com/halaman/10/2012-01-09/194883